PERAN SWASTA
DALAM MENINGKATKAN PEMBINAAN OLAHRAGA
Kondisi
saat ini bisa dikatakan "jalan di tempat". Hal itu tercermin dari
miskinnya prestasi internasional yang berhasil diraih oleh para atlet Indonesia .
Tingkat pencapaian prestasi olahraga, baik berupa jumlah perolehan medali
maupun tingkat partisipasi Indonesia dalam
even-even olahraga internasional menunjukkan penurunan. Keterpurukan dan ketertinggalan
bangsa Indonesia di
bidang olahraga memperoleh tanggapan dan perhatian serius dari pemerintah.
Dalam
upaya meningkatkan partisipasi masyarakat di bidang olahraga, pada bulan
September 1981 pemerintah secara khusus mencanangkan program Memasyarakatkan
Olahraga dan Mengolahragakan Masyarakat. Seiring dengan ini dua tahun kemudian,
tahun 1983 pemerintah membentuk Kantor Menteri Negara Urusan Pemuda dan
Olahraga (Kantor Menpora) dan pada tingkat Daerah juga terbentuk Kantor Dinas
Pemuda dan Olagraga (Dispora) dengan tugas pokok antara lain melaksanakan dan
mengkoordinasikan pembangunan olahraga.
Upaya
pemerintah ini sangat penting. Kegiatan olahraga, selain merupakan sarana
peningkatan prestasi baik untuk lokal, regional, nasional dan internasional,
olahraga bagi masyarakat sangat bermanfaat sebagai aktivitas untuk menjaga
kebugaran jasmani dan kesehatan, sekaligus akan menanamkan pola perilaku hidup
sehat.
Langkah
demikian sesuai konsep dan definisi olahraga yaitu kegiatan seseorang yang
dengan sengaja meluangkan waktunya untuk malakukan satu atau lebih kegiatan
fisik, dengan tujuan
meningkatkan kesegaran jasmani secara teratur atau
meningkatkan prestasi atau untuk hiburan.
Kegiatan
olahraga dapat berupa latihan atau pertandingan atau untuk rekreasi (hiburan).
Melaksanakan kegiatan seperti berjalan kaki ke tempat bekerja, mengayuh sepeda
ke pasar dan kegiatan lain yang tidak dikhususkan untuk olahraga tidak
dikategorikan sebagai melaksanakan olahraga.
Setidaknya
ada tiga tantangan pembangunan olahraga sekarang ini dan ke depan. Pertama,
tingginya tuntutan publik terhadap prestasi olahraga agar maju sama dengan
prestasi negara lain, daerah lain, kelompok/orang lain (kompetensi dan hasil
prestasi). Kedua, menjadikan olahraga sebagai instrumen pembangunan dan ketiga,
desentralisasi pembangunan olahraga.
Ketiga
tantangan tersebut baik secara sendiri maupun bersama-sama perlu dicermati dan
diantisipasi secara sungguh-sungguh. Adanya keinginan yang kuat untuk
melaksanakan ketiganya dalam satu ayunan kebijakan sungguh dibutuhkan kerja
keras dan komitmen yang tinggi. Bagaimana tantangan ini bagi kebutuhan
masyarakat olahraga Nusa Tenggara Timur?
Peran swasta
Olahraga
dalam kegiatannya telah menjadi perhatian banyak pihak, tidak saja insan-insan
olahraga tetapi juga pengusaha, insan pers, intelektual, perbankan, birokrat,
militer, pemerintah daerah, pelajar, ahli dan masyarakat umum.
Artinya
olahraga telah masuk ke dalam domain publik dan bukan lagi merupakan monopoli
mereka yang mengaku insan olahraga semata. Tentu saja keterlibatan banyak pihak
dari berbagai lembaga, latar belakang yang beragam tersebut merupakan sesuatu
yang sangat positif.
Kami
ambil contoh, turnamen sepakbola antarklub di Kota Kupang yang diselenggarakan
secara bersama antara SKH Pos
Kupang dengan Dji Samsoe yang diikuti 16 kesebelasan,
memperlihatkan suatu kerjasama tim yang kompak, serasi dan terpadu, lancar dan sukses.
Begitu pula penyelenggaraan lomba balap sepeda motor yang disponsori oleh
Yamaha, Zuzuki dan klub-klub bekerja sama dengan beberapa instansi pemerintah
telah berhasil dengan baik. Peran swasta dalam pembinaan olahraga terbukti
menghasilkan sesuatu yang sangat bermanfaat dan menggembirakan.
Kita
sadari bahwa selama ini dana olahraga banyak tergantung pemerintah
Propinsi/Kabupaten/Kota se-Nusa Tenggara Timur. Dan kita juga mengetahui bahwa
dana pemerintah untuk olahraga terbatas karena masih dibutuhkan untuk kebutuhan
pembangunan lainnya yang lebih prioritas.
Mengambil
hikmah dari even-even olahraga yang diselenggarakan oleh komponen masyarakat
swasta, pengusaha, mahasiswa, maka sekarang ini dalam paradigma baru
pembangunan olahraga kita perlu meningkatkan peranserta para pengusaha/swasta
serta elemen stakeholder lainnya. Mereka perlu diberikan dukungan untuk
menyelenggarakan pertandingan atau pembinaan cabang-cabang olahraga guna
mempertahankan dan meningkatkan prestasi olahraga di Nusa Tenggara Timur.
Alangkah
indahnya ada suatu kepastian pembinaan dan masa depan bagi atlet/pelatih di
Nusa Tenggara Timur apabila setiap pengurus daerah (pengda) olahraga, pengurus
cabang (pengcab) olahraga dan klub ada satu pemisahan dan beberapa orang
pengusaha/institusi, tergerak menjadi pembina/sponsor baik dalam hal dana,
tenaga pelatih dan lainnya. Dengan kata lain, alangkah bagusnya jika ada yang
mau menjadi "Bapak Angkat" dalam pembinaan olahraga di daerah ini.
Sungguh
dapat dimengerti bahwa dalam realitas ada kalanya olahraga tumbuh sebagai
konsekuensi pembangunan ekonomi, sosial yang telah mapan akan tetapi sangat
mungkin berlaku sebaliknya olahraga menjadi sebab tumbuh kembangnya ekonomi
sosial.
Kendati
demikian perlu ditegaskan bahwa pembangunan olahraga tidak hanya untuk meraih
"kebanggaan" atau "kehormatan" semata. Melainkan ditujukan
pada peningkatan kualitas hidup manusia Indonesia ,
fondasi yang kuat untuk melaksanakan pembangunan di segala bidang.
Desentralisasi
Inti
dari desentralisasi pembangunan olahraga adalah pemberdayaan masyarakat,
perubahan prakarsa dan kreativitas. Desentralisasi di Negara Indonesia ada
pada daerah Kabupaten/Kota, ibaratnya bola ada di Pemerintah Kabupaten/Kota .
Lalu bagaimana model pembangunan olahraga era otonomi daerah di Nusa Tenggara
Timur?
Secara
konsepsial, telah dirancang pola pembinaan atlet secara berjenjang mulai dari
anak-anak usia dini setingkat sekolah dasar, dibina, diseleksi untuk mengikuti
kompetisi sampai tingkat nasional. Demikian juga anak-anak usia tingkat SLTP/SLTA
mengikuti seleksi kompetisi Pekan Olahraga Nasional (Popnas), juga Pekan
Olahraga Mahasiswa.
Hasil
pembinaan usia dini, Popnas, dan pembinaan pada klub-klub olahraga
diidentifikasi dalam rangka pembinaan dan peningkatan prestasi minat PPLP
(Pusat Pendidikan dan Latihan Pelajar) terhadap cabang-cabang pilihan yang
cocok dengan potensi daerah dan karakteristik masyarakat setempat. Ada cabang-cabang
prioritas untuk dibina dan semua fasilitas untuk atlet ditanggung dan dibiayai
pemerintah melalui Kantor Dinas Pemuda dan Olahraga.
Dengan
disahkannya Rancangan Undang-Undang Olahraga menjadi Undang-Undang Sistem
Keolahragaan Nasional diharapkan dapat membawa dampak positif dan pencerahan
bagi masa depan olahraga di Indonesia ,
khususnya di Nusa Tenggara Timur.
Salah
satu strategi penting dalam percepatan peningkatan prestasi olahraga di Nusa
Tenggara Timur adalah dihidupkannya kembali Pekan Olahraga Daerah sebagai
sarana menjaring atlet dari masing-masing daerah melalui kompetisi. Mulai
tanggal 9 sampai dengan 14 September 2005 diselenggarakan Pordafta (Pekan
Olahraga Daratan Flores dan Lembata) selanjutnya pertengahan bulan Oktober akan
diselenggarakan Pekan Olahraga Daratan Timor (Pordat) di Kota Kupang yang
melibatkan atlet dari Kota Kupang, Kabupaten Kupang, TTS, TTU Belu) dan
selanjutnya di Waikabubak Sumba Barat diselenggarakan Pordasar (Pekan Olahraga
Daratan Sumba, Rote Ndao dan Alor). Pada tahun 2006/2007 akan dilaksanakan POR
Nusa Tenggara Timur untuk menjaring atlet-atlet sebagai persiapan kontingen Nusa
Tenggara Timur menghadapi PON XVII Tahun 2008 di Samarinda, Kalimantan Timur.
Semua ini tentu membutuhkan dukungan banyak pihak termasuk kalangan dunia
usaha/swasta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar