Rabu, 11 Februari 2015

PENINGKATAN PEMBINAAN OLAHRAGA DAN PERAN SWATA

PERAN SWASTA DALAM MENINGKATKAN PEMBINAAN OLAHRAGA

Sejak  tanggal 9 September 1981, bangsa Indonesia telah menetapkan tanggal tersebut sebagai Hari Olahraga Nasional (Haornas). Bertepatan dengan peringatan Hari Olahraga ini agaknya perlu dilakukan evaluasi terhadap perjalanan panjang kegiatan olahraga di Indonesia dan khususnya di Propinsi Nusa Tengagra Timur (NTT).
Kondisi saat ini bisa dikatakan "jalan di tempat". Hal itu tercermin dari miskinnya prestasi internasional yang berhasil diraih oleh para atlet Indonesia. Tingkat pencapaian prestasi olahraga, baik berupa jumlah perolehan medali maupun tingkat partisipasi Indonesia dalam even-even olahraga internasional menunjukkan penurunan. Keterpurukan dan ketertinggalan bangsa Indonesia di bidang olahraga memperoleh tanggapan dan perhatian serius dari pemerintah.
Dalam upaya meningkatkan partisipasi masyarakat di bidang olahraga, pada bulan September 1981 pemerintah secara khusus mencanangkan program Memasyarakatkan Olahraga dan Mengolahragakan Masyarakat. Seiring dengan ini dua tahun kemudian, tahun 1983 pemerintah membentuk Kantor Menteri Negara Urusan Pemuda dan Olahraga (Kantor Menpora) dan pada tingkat Daerah juga terbentuk Kantor Dinas Pemuda dan Olagraga (Dispora) dengan tugas pokok antara lain melaksanakan dan mengkoordinasikan pembangunan olahraga.
Upaya pemerintah ini sangat penting. Kegiatan olahraga, selain merupakan sarana peningkatan prestasi baik untuk lokal, regional, nasional dan internasional, olahraga bagi masyarakat sangat bermanfaat sebagai aktivitas untuk menjaga kebugaran jasmani dan kesehatan, sekaligus akan menanamkan pola perilaku hidup sehat.
Langkah demikian sesuai konsep dan definisi olahraga yaitu kegiatan seseorang yang dengan sengaja meluangkan waktunya untuk malakukan satu atau lebih kegiatan fisik, dengan tujuan
meningkatkan kesegaran jasmani secara teratur atau meningkatkan prestasi atau untuk hiburan.
Kegiatan olahraga dapat berupa latihan atau pertandingan atau untuk rekreasi (hiburan). Melaksanakan kegiatan seperti berjalan kaki ke tempat bekerja, mengayuh sepeda ke pasar dan kegiatan lain yang tidak dikhususkan untuk olahraga tidak dikategorikan sebagai melaksanakan olahraga.
Setidaknya ada tiga tantangan pembangunan olahraga sekarang ini dan ke depan. Pertama, tingginya tuntutan publik terhadap prestasi olahraga agar maju sama dengan prestasi negara lain, daerah lain, kelompok/orang lain (kompetensi dan hasil prestasi). Kedua, menjadikan olahraga sebagai instrumen pembangunan dan ketiga, desentralisasi pembangunan olahraga.
Ketiga tantangan tersebut baik secara sendiri maupun bersama-sama perlu dicermati dan diantisipasi secara sungguh-sungguh. Adanya keinginan yang kuat untuk melaksanakan ketiganya dalam satu ayunan kebijakan sungguh dibutuhkan kerja keras dan komitmen yang tinggi. Bagaimana tantangan ini bagi kebutuhan masyarakat olahraga Nusa Tenggara Timur?

Peran swasta
Olahraga dalam kegiatannya telah menjadi perhatian banyak pihak, tidak saja insan-insan olahraga tetapi juga pengusaha, insan pers, intelektual, perbankan, birokrat, militer, pemerintah daerah, pelajar, ahli dan masyarakat umum.
Artinya olahraga telah masuk ke dalam domain publik dan bukan lagi merupakan monopoli mereka yang mengaku insan olahraga semata. Tentu saja keterlibatan banyak pihak dari berbagai lembaga, latar belakang yang beragam tersebut merupakan sesuatu yang sangat positif.
Kami ambil contoh, turnamen sepakbola antarklub di Kota Kupang yang diselenggarakan secara bersama antara SKH Pos Kupang dengan Dji Samsoe yang diikuti 16 kesebelasan, memperlihatkan suatu kerjasama tim yang kompak, serasi dan terpadu, lancar dan sukses. Begitu pula penyelenggaraan lomba balap sepeda motor yang disponsori oleh Yamaha, Zuzuki dan klub-klub bekerja sama dengan beberapa instansi pemerintah telah berhasil dengan baik. Peran swasta dalam pembinaan olahraga terbukti menghasilkan sesuatu yang sangat bermanfaat dan menggembirakan.
Kita sadari bahwa selama ini dana olahraga banyak tergantung pemerintah Propinsi/Kabupaten/Kota se-Nusa Tenggara Timur. Dan kita juga mengetahui bahwa dana pemerintah untuk olahraga terbatas karena masih dibutuhkan untuk kebutuhan pembangunan lainnya yang lebih prioritas.
Mengambil hikmah dari even-even olahraga yang diselenggarakan oleh komponen masyarakat swasta, pengusaha, mahasiswa, maka sekarang ini dalam paradigma baru pembangunan olahraga kita perlu meningkatkan peranserta para pengusaha/swasta serta elemen stakeholder lainnya. Mereka perlu diberikan dukungan untuk menyelenggarakan pertandingan atau pembinaan cabang-cabang olahraga guna mempertahankan dan meningkatkan prestasi olahraga di Nusa Tenggara Timur.
Alangkah indahnya ada suatu kepastian pembinaan dan masa depan bagi atlet/pelatih di Nusa Tenggara Timur apabila setiap pengurus daerah (pengda) olahraga, pengurus cabang (pengcab) olahraga dan klub ada satu pemisahan dan beberapa orang pengusaha/institusi, tergerak menjadi pembina/sponsor baik dalam hal dana, tenaga pelatih dan lainnya. Dengan kata lain, alangkah bagusnya jika ada yang mau menjadi "Bapak Angkat" dalam pembinaan olahraga di daerah ini.
Sungguh dapat dimengerti bahwa dalam realitas ada kalanya olahraga tumbuh sebagai konsekuensi pembangunan ekonomi, sosial yang telah mapan akan tetapi sangat mungkin berlaku sebaliknya olahraga menjadi sebab tumbuh kembangnya ekonomi sosial.
Kendati demikian perlu ditegaskan bahwa pembangunan olahraga tidak hanya untuk meraih "kebanggaan" atau "kehormatan" semata. Melainkan ditujukan pada peningkatan kualitas hidup manusia Indonesia, fondasi yang kuat untuk melaksanakan pembangunan di segala bidang.
Desentralisasi
Inti dari desentralisasi pembangunan olahraga adalah pemberdayaan masyarakat, perubahan prakarsa dan kreativitas. Desentralisasi di Negara Indonesia ada pada daerah Kabupaten/Kota, ibaratnya bola ada di Pemerintah Kabupaten/Kota. Lalu bagaimana model pembangunan olahraga era otonomi daerah di Nusa Tenggara Timur?
Secara konsepsial, telah dirancang pola pembinaan atlet secara berjenjang mulai dari anak-anak usia dini setingkat sekolah dasar, dibina, diseleksi untuk mengikuti kompetisi sampai tingkat nasional. Demikian juga anak-anak usia tingkat SLTP/SLTA mengikuti seleksi kompetisi Pekan Olahraga Nasional (Popnas), juga Pekan Olahraga Mahasiswa.
Hasil pembinaan usia dini, Popnas, dan pembinaan pada klub-klub olahraga diidentifikasi dalam rangka pembinaan dan peningkatan prestasi minat PPLP (Pusat Pendidikan dan Latihan Pelajar) terhadap cabang-cabang pilihan yang cocok dengan potensi daerah dan karakteristik masyarakat setempat. Ada cabang-cabang prioritas untuk dibina dan semua fasilitas untuk atlet ditanggung dan dibiayai pemerintah melalui Kantor Dinas Pemuda dan Olahraga.
Dengan disahkannya Rancangan Undang-Undang Olahraga menjadi Undang-Undang Sistem Keolahragaan Nasional diharapkan dapat membawa dampak positif dan pencerahan bagi masa depan olahraga di Indonesia, khususnya di Nusa Tenggara Timur.
Salah satu strategi penting dalam percepatan peningkatan prestasi olahraga di Nusa Tenggara Timur adalah dihidupkannya kembali Pekan Olahraga Daerah sebagai sarana menjaring atlet dari masing-masing daerah melalui kompetisi. Mulai tanggal 9 sampai dengan 14 September 2005 diselenggarakan Pordafta (Pekan Olahraga Daratan Flores dan Lembata) selanjutnya pertengahan bulan Oktober akan diselenggarakan Pekan Olahraga Daratan Timor (Pordat) di Kota Kupang yang melibatkan atlet dari Kota Kupang, Kabupaten Kupang, TTS, TTU Belu) dan selanjutnya di Waikabubak Sumba Barat diselenggarakan Pordasar (Pekan Olahraga Daratan Sumba, Rote Ndao dan Alor). Pada tahun 2006/2007 akan dilaksanakan POR Nusa Tenggara Timur untuk menjaring atlet-atlet sebagai persiapan kontingen Nusa Tenggara Timur menghadapi PON XVII Tahun 2008 di Samarinda, Kalimantan Timur. Semua ini tentu membutuhkan dukungan banyak pihak termasuk kalangan dunia usaha/swasta. 



Tidak ada komentar:

Posting Komentar